Perencanaan untuk menyesuaikan tarif pajak penghasilan (PPh) final atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak dalam negeri topik yang sedang diperbincangkan. Penyesuaian tarif yang saat ini berlaku 15% akan turun menjadi 10% setelah dipertimbangkan karena terbitnya aturan turunan UU Cipta Kerja, yakni PP 9/2021. Berdasarkan aturan tersebut, tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak luar negeri dapat diturunkan dari yang awalnya 20% menjadi 10%. Sebelumnya, Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II Ditjen Pajak (DJP) Ilmianto Himawan mengatakan bahwa ketentuan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 16/2009 s.t.d.t.d. PP 55/2019.
Penurunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak luar negeri akan diturunkan melalui ketentuan Pasal 3 PP 9/2021. PP tersebut telah resmi diundangkan sejak 2 Februari 2021 dan mulai berlaku 6 bulan setelahnya. Artinya, untuk tarif 10% juga mulai berlaku pada 2 Agustus 2021. Selain terkait penurunan PPh final bunga obligasi, masih terdapat bahasan dengan usulan International Monetary Fund (IMF) agar pemerintah dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan pajak pada individu kelas atas atau kaya. Untuk selengkapnya akan dibahas pada artikel ini.
A. Pembiayaan Domestik
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan bahwa sedikitnya ada 2 aspek yang dapat ditarik kesimpulannya dari rencana penyesuaian tarif PPh final bunga obligasi.
- Pemerintah dapat mempertimbangkan UU Cipta Kerja yang sudah memuat penurunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi.
- Pendalaman pasar keuangan sekaligus upaya untuk mendorong pembiayaan berbasis domestik. Rencana penurunan tarif tersebut beriringan dengan upaya relaksasi pajak pasar keuangan yang sudah dilaksanakan sebelumnya, yaitu: terkait penyesuaian tarif untuk reksa dana, Dana Investasi Infrastruktur (Dinfra), dan Kontrak Investasi Kolektif (KIK).
B. Pengawasan Wajib Pajak Orang Kaya
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor pernah mengatakan mengenai pengawasan terhadap wajib pajak orang kaya atau high wealth individual (HWI) yang menjadi strategi untuk penggalian penerimaan pajak pada masa seperti sekarang. Menurut beliau untuk populasi HWI, terutama yang berada di sektor digital sangat sedikit. Oleh karena itu, otoritas mengaku mudah untuk mendeteksinya.
C. Kebijakan atau Administrasi
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan mengenai masalah pajak HWI tidak hanya berkaitan karena belum optimalnya kontribusi terhadap penerimaan dan upaya pengurangan ketimpangan, tapi juga karena strategi yang tepat pada masa pandemi. Optimalisasi dapat dilaksanakan dengan baik bila didukung kebijakan maupun aspek administrasi. Kebijakan dapat berwujud penyesuaian tarif bagi kelompok berpenghasilan tinggi, pajak kekayaan, atau pajak warisan. Sedangkan untuk aspek administrasi dapat masuk dalam tataran pengawasan kepatuhan dengan penggunaan data.
D. Aplikasi Pelayanan
Kepala Seksi Humas DJBC Sudiro mengatakan bahwa pengembangan layanan digital untuk mendukung peran sebagai enabler dalam pembangunan perekonomian. Untuk saat ini, ada sekitar 60 aplikasi pelayanan kepabeanan dan cukai yang dikembangkan kantor pusat DJBC serta kantor wilayah dan kantor pelayanan
E. Efek Digitalisasi
Digitalisasi telah membentuk model bisnis baru yang tidak terikat yurisdiksi dan tidak memerlukan kehadiran fisik. Model bisnis baru tersebut membuat banyak tantangan bagi dunia perpajakan yang memerlukan solusi berbeda-beda. Manager of DDTC Fiscal Research Denny Vissaro menyebutkan untuk mengatasi permasalahan yang berbeda-beda tersebut harus mencakup 3 tahap, yaitu:
- Memahami model bisnis digital.
- Mengidentifikasi ketentuan pajak yang relevan dengan model bisnis.
- Memilih solusi yang tepat apakah dari segi kebijakan, administrasi, atau keduanya.
Created by Aprilia Rahma
Refrensi :
https://news.ddtc.co.id/masih-sesuai-rencana-tarif-pph-bunga-obligasi-bakal-turun-29106