Berdasarkan laporan dari Google Temasek yang berjudul “e-Conomy SEA 2018 : Southeast Asia’s internet economy hits an inflection point“, mengungkapkan bahwa unicorn asal Indonesia diantaranya adalah Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka oleh Google Temasek dikelompokan sebagai milik Singapura. Pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengenai laporan google tersebut memantik berbagai reaksi masyarakat. Akan tetapi tidak lama kemudian beliau memperbaiki dengan menulis di salah satu akun media sosialnya yaitu akun twitter-nya dan menyebutkan bahwa tokopedia dan bukalapak telah melakukan klarifikasi kepadanya. Lalu, Lembong juga mengungkapkan bahwa gojek indonesia telah klarifikasi kepada publik untuk tidak menggunakan induk perusahaan di Singapura, akan tetapi sepenuhnya PT PMA di Indonesia.
Namun faktanya, tiap investor yang ingin menanamkan modal di perusahaan tersebut, harus transit terlebih dahulu dananya ke Singapura. Terkait induk unicorn yang terdapat di Singapura biasanya membayar langsung ke vendor atau supplier Indonesia seperti pembayaran dari jasa iklan di Indonesia. Skenario seperti ini ditandai dengan tidak munculnya arus modal yang masuk dalam bentuk investasi ke Indonesia. Menjadi tantangan serta ironi untuk startup lokal kebanggaan Indonesia yang saat ini mayoritas sahamnya sudah milik asing. Hal tersebut semakin parah akibat banyaknya platform e-commerce yang mendominasi barang impor. Kondisi tersebut dapat merusak masa depan produk Indonesia terutama bagi para pelaku UMKM.
Pola investasi pada era digital memanglah bermacam-macam, untuk meraup keuntungan maksimal para pelaku bisnis online (unicorn) kala ini sangat cerdik berkamufalse. Berlindung dalam ketentuan yang sah untuk mengurangi pajak (transfer pricing) memilih negara dengan ketentuan pajak yang longgar semisal Singapura. Selain transfer pricing yang bisa menggerus penerimaan pajak, persoalan beneficial owner (pemilik manfaat) juga tidak laten dalam menggembosi penerimaan pajak. Beneficial Owner merupakan pemilik yang asli dari pendapatan berupa Dividen, Bunga dan atau Royalti baik Wajib Pajak Perorangan maupun Wajib Pajak Badan, yang memiliki hak seutuhnya untuk menikmati benefit pendapatan-pendapatan tersebut secara langsung.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Sebutan “Beneficial Owner” dilansir dalam Pasal 26 ayat (1a) Undang-undang tersebut. Adapun bunyi yang lengkap adalah sebagai berikut : Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Kata beneficial owner terkenal pertama kali dalam English Trust Law ialah hukum kepercayaan Inggris berhubungan dengan penciptaan dan perlindungan dana aset, yang biasanya dipegang oleh satu pihak untuk kepentingan pihak lain. Pada hukum Inggris tersebut, beneficial owner diartikan selaku pihak yang mampunyai kriteria sebagai pemilik tanpa harus ada pengakuan kepemilikan dari sudut pandang hukum (legal title).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenalkan Pemilik Manfaat (beneficial owner) Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana menyebutkan bahwa definisi pemilik manfaat adalah seseorang yang asli sebagai pemilik atas dana atau saham korporasi sebagai akibat dari kepemilikan tiga kewenangan, yaitu:
- Menunjuk serta memberhentikan pengurus, pembina, direksi, dewan komisaris, atau pengawas pada Korporasi;
- Mampu untuk mengendalikan korporasi;
- Mempunyai hak atas atau menerima manfaat dari korporasi baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Peraturan Presiden No. 13/2018, perseorangan bisa disebut sebagai Pemilik Manfaat jika ia mempunyai pendapatan dan/atau profit yang berasal dari kepemilikan lebih dari 25% saham, modal, kekayaan awal, sumber pendanaan. Meski orang pribadi tidak mempunyai kekayaan di korporasi tetapi ia mempunyai kewenangan yang tidak ada batasnya mengenai penunjukan perangkat pengurus korporasi dan pengendalian korporasi sehingga bisa dikelompokkan sebagai pemilik manfaat. Dalam lingkup kelompok korporasi dalam Perpres No.13/2018 meliputi persekutuan komanditer, persekutuan firma, perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, korporasi, dan bentuk korporasi lainnya. Dalam kontek Perpres No. 13/2018 yang disebut Pemilik manfaat merupakan orang/individu, bukan badan.
Secara internasional beneficial owner sudah lama dikenal dunia. Organisation for Economic Co-operation and Development OECD merupakan suatu organisasi internasional dengan 30 negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas, pertama kali memperkenalkan sebutan beneficial owner pada tahun 1977. Sebutan beneficial owner terdapat dalam pasal 10 (dividend), 11 (interest), dan 12 (royalty), dengan upaya memberi batasan yang jelas mengenai pihak yang dianggap sebagai penerima fasilitas tarif pajak yang lebih rendah di negara sumber atas pendapatan deviden, bunga dan royalty. Terminology beneficial owner tidak meliputi agen maupun nominee. Secara khusus dikatakan bahwa sarana pengurangan tarif di negara sumber tidak bisa diberikan jika dalam transaksi pembayaran pendapatan dividend, bunga, royalty tersebut ada pihak perantara semacam agen dan nominee, kecuali beneficial owner tersebut adalah penduduk (resident) dari negara lain dalam perjanjian.
Laporan google yang mengungkapkan Unicorn kebanggaan Indonesia sebagai milik Singapore, dapat dijadikan sebagai pemantik (trigger) DJP untuk mencari kepastian siapa sebenarnya pemilik manfaat dari keempat unicorn tersebut. Motif utama beneficial owner salah satunya ialah untuk menghindarkan pajak secara sah tetapi curang (tax avoidance) atau secara jelas menghindarkan pajak secara tidak sah (tax evasion) dengan melindungin diri dibawah negara surga pajak, Singapura. Bukan jadi rahasia lagi rivalitas Singapura dan Indonesia dalam mengambil potensi pajak. Lalu, bagaimana tanggapan Singapura pada waktu lalu terhadap program pengampunan pajak Indonesia (Tax Amnesty), menunjukkan kasat mata dimana letak negara tetangga tersebut.
Era digital menghadirkan beberapa pekerjaan rumah bagi otoritas pajak Indonesia (Direktorat Jenderal Pajak). Regulasi e-commerce sebagai salah satu ceruk potensi penerimaan pajak harus lekas disempurnakan supaya potensi pajak dari beneficial owner juga bisa tergali dan ter-capture secara optimal.
Created by Mutiara Zanky
https://pajak.go.id/id/artikel/beneficial-owner-di-era-disrupsi-digital