Tiap tahun kesadaran wajib pajak untuk melaporkan SPT Tahunan semakin meningkat. Diantara wajib pajak yang melapor, wajib pajak karyawan menjadi salah satu yang terbanyak. Karyawan atau pegawai adalah mereka yang bekerja dan memperoleh penghasilan dari pemberi kerja, baik dari instansi pemerintah maupun bukan. Pembeda pelaporannya bukan soal dimana mereka bekerja, tetapi berapa besar penghasilan bruto dan dari mana sumber penghasilannya.Memiliki bukti pemotongan penghasilan dari pemberi kerja adalah salah satu kelengkapan utama seorang pegawai. Apabila bukti potong ini tidak ada , maka akan menimbulkan kesulitan bagi pegawai yang bersangkutan untuk mengisi SPT-nya.
Berikut beberapa hal yang patut dicermati wajib pajak untuk pengisian SPT.
Pemilihan Formulir Yang Sesuai
Setelah login pada akun pajak.go.id sesuai identitas yang dimiliki, wajib pajak akan melihat tampilan situs dengan berbagai menu. Pilih menu “Lapor” untuk memulai pengisian SPT Tahunan. Wajib pajak akan akan dihadapkan pilihan sub menu berupa e-Form atau e-Filing. Klik e-Filing untuk mereka yang berstatus karyawan/pegawai. Kemudian wajib pajak dihadapkan dengan serangkaian pertanyaan yang akan mengarahkan pada jenis formulir yang seharusnya digunakan. Kesalahan menjawab berakibat terpilihnya formulir yang tidak sesuai.
- Pertanyaan pertama adalah “Apakah Anda menjalankan usaha atau pekerjaan bebas?” Jika anda seorang pegawai/karyawan, pilihlah jawaban “Tidak”.
- Pertanyaan kedua yaitu “Apakah Anda seorang suami atau istri yang menjalankan kewajiban perpajakan terpisah (MT) atau pisah harta?”. Pertanyaan ini sering membingungkan wajib pajak, terlebih jika mereka memiliki NPWP yang berbeda. Pilih “Tidak” bagi mereka yang tidak melakukan pemisahan harta.
- Pertanyaan terakhir adalah “Apakah penghasilan bruto yang Anda peroleh selama setahun kurang dari 60 juta rupiah?” Dalam membaca bukti potong 1721-A1/1721-A2 yang dimiliki, wajib pajak sering keliru membedakan antara penghasilan bruto dan penghasilan netto. Lihat dengan teliti kolom penghasilan bruto, jika melebihi Rp60 juta meskipun tidak material nilainya tetap harus menjawab “Tidak”.
Secara ringkas, formulir 1770 SS berhak digunakan oleh mereka yang hanya memiliki penghasilan sebagai karyawan, tidak memiliki usaha/pekerjaan bebas, penghasilan hanya dari satu pemberi kerja (baik bekerja pada perusahaan/instansi/perorangan), serta penghasilan bruto (kotor) tidak melebihi Rp60 juta.
Bagi wajib pajak yang memiliki penghasilan bruto di atas Rp60 juta, yang berasal dari satu atau lebih pemberi kerja, serta tidak memiliki usaha/pekerjaan bebas, maka menggunakan formulir 1770 S.
Modal Dasar Pengisian SPT
Sebelum bisa mengisi SPT Tahunan karyawan maka yang perlu disiapkan adalah bukti potong penghasilan, baik yang berisi penghasilan final maupun nonfinal. Pada saat di lapangan, masih banyak karyawan yang tidak memiliki bukti potong.Itu dikarenakan pihak pemberi kerja tidak menerbitkan dengan berbagai alasan. Banyak pemberi kerja yang belum melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) meskipun penghasilan karyawan sudah melampaui PTKP (penghasilan tidak kena pajak). Apa yang harus dilakukan ketika karyawan mengalami hal ini?
Karyawan tersebut bisa menyiapkan rekapitulasi seluruh penghasilan yang diterima selama satu tahun. Selain itu wajib mengetahui apakah penghasilannya telah dipotong PPh atau belum. Dengan bukti potong, wajib pajak tinggal menyalin ke kolom yang sesuai di e-Filing, lalu menambahkan informasi-informasi yang dibutuhkan.
Apabila masih kesulitan menghitung total penghasilan, pengurang penghasilan bruto, dan PPh terutang, wajib pajak bisa berkonsultasi ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
Kesalahan Penerapan PTKP
Seorang karyawan mendapatkan hak menggunakan PTKP sebagai pengurang penghasilan netto sehingga diperoleh penghasilan kena pajak. Nilai penghasilan kena pajak itulah yang menentukan besaran pajak penghasilan yang terutang.
Kesalahan yang sering terjadi terkait hal tersebut adalah penggunaan PTKP kawin bagi wajib pajak wanita atau memasukkan anggota keluarga yang tidak memenuhi syarat untuk diperhitungkan sebagai PTKP.
Peraturan perpajakan di Indonesia berprinsip semua wanita berstatus tidak menikah sehingga kepadanya dilekatkan PTKP TK/0 (tidak kawin tanpa tanggungan). Meski yang bersangkutan menikah dan menanggung biaya hidup anggota keluarga, jika tidak bisa menunjukkan surat keterangan dari pemerintah daerah setempat bahwa suami tidak berpenghasilan, maka bendahara gaji seharusnya menerapkan PTKP TK/0 senilai Rp54 juta.
Bendahara pemerintah sekalipun sering salah tafsir dan rancu terkait hal ini karena mengaitkan PTKP dengan tunjangan suami dan anak yang diperoleh karyawan wanita di tempatnya bekerja. Padahal kedua hal tersebut tidak berkaitan.
Syarat anggota keluarga yang bisa dimasukkan ke dalam PTKP adalah anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat. Saudara ipar, saudara kandung tidak bisa dimasukkan PTKP. Demikian pula anak yang telah menikah atau berusia melebihi 21 tahun. PTKP sering dihubungkan dengan biaya hidup yang ditanggung si pemilik NPWP. Mereka berasumsi ketika seseorang berada dalam pengampuannya, maka ia termasuk dalam PTKP.
Kesalahan lain terkait PTKP adalah memasukkan PTKP yang berbeda dengan yang tercantum pada bukti potong. Umumnya terjadi bila wajib pajak merasa anak yang ditanggung sudah bertambah, sementara bendahara tempat bekerja belum memperbarui data karyawannya. Pengisian semacam ini bisa menghasilkan PKP (penghasilan kena pajak) yang lebih kecil sehingga PPh yang telah dipotong menjadi tidak sesuai.
Laporkan Harta Dengan Lengkap dan Benar
Pada formulir e-Filing 1770 S terbaru, lampiran harta wajib diisi seluruh kolomnya agar bisa diproses ke tahapan berikutnya. Demikian pula dengan kolom keterangan di sebelah rincian harta, harus diisi minimal dengan simbol setrip (-).
Mau tak mau wajib pajak dipaksa mengisi dengan lengkap dan benar. Tak seperti pengisan SPT secara manual atau online di tahun-tahun sebelumnya, ketika masih banyak wajib pajak yang bersikeras tidak mengisi kolom tersebut.
Sebaliknya, diketahui banyak wajib pajak yang ringan hati mengakui utangnya pada SPT. Pengakuan utang dengan nilai material yang tidak diikuti dengan pengakuan penghasilan dan aset (harta) yang sepadan akan menjadi data pemicu di kemudian hari untuk dilakukan klarifikasi oleh Dirertorat Jenderal Pajak.
Kesalahan Pengisian Kolom
Saat membimbing wajib pajak mengisi SPT-nya sering kali ditemukan double posting atau kesalahan kolom/lampiran saat mengisi data penghasilan. Akibatnya hasil akhir SPT menjadi Lebih Bayar atau Kurang Bayar. Beberapa wajib pajak belum mengetahui dimana memasukkan penghasilan nonfinal dan final. Atau mengisinya di dua kolom berbeda.
Contoh kesalahan yang sering terjadi dalam hal ini adalah mengisikan penghasilan bruto pada kolom penghasilan netto di formulir SPT. Kesalahan sejenis adalah mengisikan penghasilan nonfinal pada kolom penghasilan final atau sebaliknya. Atau memasukkan penghasilan netto/bruto dua kali di tempat yang berbeda sehingga menyebabkan double posting.
Perbedaan Digit Angka Penyebab Lebih Bayar/Kurang Bayar
Selama mengisi e-Filing, beberapa kolom akan terhitung secara otomatis, misalnya kolom PPh terutang. Terkadang angka yang tertuang pada bukti potong A1/A2 berbeda pada digit terakhir. Meskipun tidak material nilainya, tetapi hasil akhirnya bisa Lebih bayar atau Kurang Bayar.
Bila wajib pajak menemukan hal tersebut saat akhir pengisian e-Filing, ada baiknya yang bersangkutan kembali ke halaman sebelumnya, yaitu pada lampiran Daftar Pemotongan/Pemungutan PPh Oleh Pihak Lain dan PPh Yang Ditanggung Pemerintah. Samakan angka PPh yang telah dipotong sampai digit terakhir dengan angka yang terhitung pada kolom PPh Terutang.
Kesalahan Email dan Nomor Telepon Menghambat Pelaporan
Sebelum melakukan pengisian SPT lewat e-Filing, sebaiknya wajib pajak meneliti dahulu apakah di menu profil, email (surat elektronik) dan nomor telepon yang tercantum sudah valid. Email menjadi komponen penting selama pengisian e-Filing, karena kode verifikasi dan bukti penerimaan elektronik dikirimkan ke sana. Maka selama melakukan pengisian harus bisa mengakses email tersebut.
Berangkat dari banyaknya potensi kesalahan yang mungkin dilakukan, selalu ada kesempatan untuk mendapat pembelajaran. Wajib pajak diharapkan semakin menguasai pengisian SPT secara mandiri dari kesalahan yang pernah dilakukan, sehingga peningkatan kepatuhan pelaporan SPT tepat waktu akan terus meningkat.
Referensi : https://www.pajak.go.id/id/artikel/perhatikan-kesalahan-yang-sering-dilakukan-pada-pengisian-spt-karyawan