Keberatan merupakan salah satu hak wajib pajak yang ditentukan dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Pengajuan keberatan yang akan dilakukan oleh wajib pajak adalah dengan cara menyampaikan permohonannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Pengajuan keberatan dapat menggunakan fasilitas yaitu dengan surat permohonan yang harus dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Surat permohonan tersebut berisi jumlah pajak yang terutang, yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak, dan dilengkapi alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan. Hal ini diatur secara tertulis dalam Pasal 25 ayat 2 UU KUP.
Tetapi beberapa kali permohonan Keberatan yang diajukan wajib pajak tidak memenuhi syarat di atas. Berikut diantaranya yang tidak memenuhi syarat, ada beberapa permohonan yang diajukan langsung ke Kantor Wilayah yang memproses keberatan, bukan ke Kantor Pelayanan Pajak. Kemudian, terdapat juga surat Keberatan yang tanpa dilengkapi alasan yang rinci. Terdapat juga wajib pajak yang masih memiliki utang pajak paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat Keberatan disampaikan. Maka, berdasarkan Pasal 25 ayat (4) UU KUP permohonan keberatan tersebut bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan pengajuan keberatan.
Berikut sebuah kasus di mana ada wajib pajak yang menyampaikan surat permohonan Keberatan berupa cetakan dari surat elektronik. Dari pengakuan wajib pajak, direktur yang merupakan wakil wajib pajak memiliki status sebagai warga negara asing dan tinggal di luar negeri. Sehingga surat permohonan tersebut ditandatangani di luar negeri, dipindai, kemudian dikirimkan ke Indonesia melalui surat elektronik. Surat keberatan yang dikirim lewat e-mail tersebut yang kemudian dicetak di Indonesia dan diajukan sebagai surat permohonan keberatan ke KPP terdaftar. Lalu bagaimana kedudukan surat Keberatan tersebut?
Pasal 4 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 s.t.d.d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015 mengatur bahwa pengajuan Keberatan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, harus memenuhi persyaratan antara lain surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat Keberatan tersebut harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP. Peraturan ini tidak mengatur lebih lanjut tentang bagaimana tata cara penandatanganan surat Keberatan yang memiliki kekuatan hukum dan memenuhi persyaratan formal pengajuan Keberatan.
Pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 menyatakan bahwa penandatanganan SPT dapat dilakukan dengan cara :
- tanda tangan biasa;
- tanda tangan stempel;
- tanda tangan elektronik atau digital;
Penyampaian SPT adalah salah satu kewajiban yang dilakukan oleh wajib pajak dalam memenuhi perpajakan. Sedangkan penyampaian surat keberatan adalah tuntutan hak dari wajib pajak. Kedua kegiatan tersebut sama-sama dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Penandatanganan SPT dapat dilakukan dengan cara biasa, tanda tangan stempel, atau tandatangan elektronik atau digital, yang diantaranya memiliki kekuatan hukum yang sama. Untuk penandatanganan surat keberatan, tidak diatur secara khusus. Maka dari itu, apabila dalam menjalankan kewajiban wajib pajak diharuskan untuk menggunakan tanda tangan biasa, tanda tangan stempel maupun tanda tangan elektronik atau digital, dan saat wajib pajak menuntut haknya, seharusnya tidak dibedakan perlakuannya saat melalukan pengajuan keberatan.
Tanda tangan wajib pajak dalam surat keberatan mencakup surat keberatannya dalam kasus di atas, adalah dokumen kertas yang ditandatangani lalu dipindai, dikirimkan lewat surat elektronik, dan dicetak. Tidak melalui proses pembuatan tanda tangan elektronik tersertifikasi yaitu dibuat dengan menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik dan dibuktikan dengan sertifikat elektronik sesuai Pasal 54 ayat (2) UU ITE, sehingga tidak memiliki nilai pembuktian yang kuat.
Sesuai penjelasan Pasal 54 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 menyatakan bahwa tanda tangan manual yang dipindai (scanned) mencakup Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi yang memiliki kekuatan nilai pembuktian relatif lemah karena masih dapat ditolak oleh yang bersangkutan atau relatif lebih mudah diubah oleh pihak lain. Bahwa tanda tangan manual yang dipindai (scanned) sebagaimana dalam surat Keberatan wajib pajak tidak memenuhi persyaratan kumulatif sesuai Pasal 11 ayat 1 UU ITE sehingga meskipun termasuk dalam Tanda Tangan Elektronik tetapi tidak memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Walaupun ketentuan tersebut berkaitan dengan pemerintah daerah, namun sesuai Bab VI huruf B angka 70 dan 71 diatur bahwa dokumen-dokumen asing yang dirilis di luar negeri dan ingin dipergunakan di wilayah Indonesia, harus dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar Negeri negara dimaksud dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Berdasarkan dasar itu, pihak-pihak penting di Indonesia khususnya di daerah harus menolak dokumen-dokumen yang tidak atau belum dilegalisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Secara substansi ketentuan tersebut dapat diterapkan, termasuk untuk surat keberatan wajib pajak yang dibuat dan ditandatangani di luar negeri harus dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar Negeri negara dimaksud dan Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat.
Apabila ingin memberikan kepastian hukum, akan lebih baik jika ada peraturan yang lebih rinci terkait tata cara penandatanganan surat keberatan yang mempunyai kekuatan hukum dan memenuhi persyaratan formal pengajuan keberatan. Selain itu, perlu diatur juga terkait kedudukan dokumen termasuk surat keberatan dan dokumen lain yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh wakil wajib pajak di luar negeri. Teknologi yang semakin berkembang, jelas dapat mempermudah kita dalam melakukan suatu hal. Namun, juga harus disikapi dengan hati-hati apalagi yang berkaitan dengan sisi hukum dan kepastian dokumen.
Created by Mutiara Zanky
Sumber: https://www.pajak.go.id/index.php/id/artikel/pengajuan-keberatan-lewat-surat-hasil-pindai