MENGENAL PELAKSANAAN TAX EXAMINATION ABROAD DI LUAR NEGERI

MENGENAL PELAKSANAAN TAX EXAMINATION ABROAD DI LUAR NEGERI

     Direktur Jenderal Pajak menerbitkan sebuah aturan yaitu Nomor PER 02/PER/2020 tentang pelaksanaan Tax Examination Abroad (TEA). Aturan tersebut dapat berupa kegiatan pemeriksaan pajak dalam negeri atau luar negeri. Berdasarkan hierarki pengaturan di atasnya, TEA adalah konsekuensi logis dari manfaat Indonesia karena ikut berpartisipasi dalam perjanjian internasional (Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama pada Bidang Perpajakan/ Convention On Mutual Administrative Assistance In Tax Matters (MAC) dalam pengentasan penghindaran pajak pada beberapa tahun yang lalu. TEA adalah salah satu langkah pemeriksaan atau penyidikan pajak dengan mengirimkan Tim Pemeriksa/Penyidik Pajak untuk melakukan kegiatan pemeriksaannya di luar negeri. Kegiatan tersebut merupakan metode baru, karena kehadiran Tim Pemeriksa/Penyidik Pajak untuk mendapatkan bukti di negara lain tidak mungkin dapat dilakukan sebelumnya.

      Hal tersebut disebabkan atas asas kedaulatan yang menjadi kesepakatan bersama semua negara di dunia. Dengan mengacu pada asas tersebut, tiap negara hanya boleh memajaki subjek dan objek pajak yang termasuk bagian wilayah teritorialnya. Meliputi pengawasan dan penegakan hukum pajaknya. Terbukanya segel asas kedaulatan sejak disepakatinya MAC, rupanya secara keseluruhan tidak memberikan akses dalam kewenangan proses audit pada lokasi sumber bukti nantinya. Adanya istilah Audit Pasif yang melatarbelakangi. Apabila mengacu pada pedoman Exchange of Information Module terbitan OECD pada tahun 2006, disebutkan bahwa tindak lanjut pelaksanaan TEA di luar negeri dibagi menjadi 2 cara, yaitu: audit pasif dan audit aktif.

1.Audit Pasif

Merupakan audit yang dijalankan oleh auditor asing dan tuan rumah bersama-sama untuk melaksanakan proses pencarian bukti namun kewenangan auditor asing terbatas hanya diizinkan untuk melakukan observasi saja.

Auditor tamu diizinkan untuk ikut berpartisipasi namun hanya sebagai observer yang tugasnya menemani auditor tuan rumah. Ketika sedang menjalankan proses audit, auditor tamu hanya diizinkan untuk berinteraksi dengan auditor tuan rumah saja. Auditor tamu tidak akan diizinkan untuk secara langsung mewawancarai pihak-pihak yang terkait dan berada dalam wiayah negara tersebut. Tidak hanya itu saja, Auditor tamu juga tidak akan diizinkan untuk memeriksa dokumen secara langsung tanpa melewati auditor tuan rumah. Perihal tersebut dapat dikatakan wajar karena mengacu pada asas kedaulatan saat menghendaki, sehingga hanya otoritas pajak negara di wilayah tersebut berada yang diizinkan untuk memeriksa bukti yang terdapat pada wilayahnya. Metode tersebut di anggap sebagai bentuk mitigasi risiko dari peluang kebocoran informasi yang bukan digunakan untuk kepentingan pajak. Sehingga, negara pemohonifiknya di negara pemohon. Hal tersebut dapat disebut sebagai asas resiprokal.

2. Audit Aktif

Audit aktif mengizinkan auditor tamu  untuk melakukan wawancara dan memeriksa dokumen pada pihak-pihak yang masih relevan karena mempunyai bukti yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani pada negara asing tersebut. Langkah tersebut dinilai baik untuk pelaksanaan TEA, karena auditor akan mendapatkan informasi langsung dari temuan dan mengelaborasi pertanyaan serta informasi luas ketika wawancara atau pemeriksaan dokumen. Maka, negara tuan rumah dapat menentukan apakah akan mengikutsertakan auditor negaranya dalam setiap sesi pemeriksaan atau pada sebagian sesi saja.

Audit Aktif dianggap efektif dilakukan oleh negara yang mengizinkan tempat penyimpanan pembukuan atau pencatatnya dilakukan di negara lain. Sedangkan, Indonesia wajib menempatkan dokumen atau cloud pembukuan akuntansinya di Indonesia saja, jangan dianggap bahwa Indonesia tidak bisa memanfaatkan cara ini.

Saat melakukan TEA, kewenangan untuk menetapkan apakah diizinkan untuk melakukan Audit Aktif atau Audit Pasif berada di tangan negara atau yurisdiksi mitra sumber bukti berada. Apabila DJP hanya mengizinkan untuk melakukan Audit Pasif, maka kehadiran DJP di luar negeri terbatas pada prosedur observasi saja. Maka kemungkinan besar hasil yang didapat tidak seefektif ketika DJP diizinkan untuk melakukan audit secara aktif. Hal tersebut berlaku sebaliknya. Audit Pasif akan menjadi hal yang anomali dalam metode pemeriksaan. Terlepas dari batasan dalam proses pemeriksaan yang melekat kepadanya. Cara tersebut bergantung pada koordinasi antara pejabat yang berwenang di masing-masing negara. Pemberian hak akses yang lebih fleksibel pada sumber infomarsi yang berada, dapat menjadi kunci keberhasilannya. Terkait asas kedaulatan, hal tersebut dapat didiskusikan kembali dengan mengacu pada asas resiprokalitas jika memiliki kepentingan yang jauh lebih besar seperti penerimaan negara lebih diprioritaskan.

Created by Aprilia Rahma

https://pajak.go.id/id/artikel/sikap-konservatif-djp-untuk-audit-pasif

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *

Klik untuk ke WA
Klik untuk ke WhatsApp kami..
MITRAMUDA WA SUPPORT
Dapatkan informasi mengenai promo konsultasi PAJAK dan PENDIRIAN perusahaan melalui chat WhatsApp kami. Pesan WhatsApp akan segera kami balas secepatnya ketika jam kerja.