PENGOPTIMALAN PENDAPATAN PAJAK DAN PREPOPULATED PIB

PENGOPTIMALAN PENDAPATAN PAJAK DAN PREPOPULATED PIB

       Pada tahun 2045, Indonesia diprediksi akan jadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 di dunia, setelah Cina, Amerika Serikat, India, Jepang, Brasil, dan Rusia (McKinsey, 2012). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai tantangan ini harus ditanggapi dengan suatu inovasi yang besar, sebab pada 2013  diterbitkan program Transformasi Kelembagaan Kemenkeu (2013-2025) dengan  87 inisiatif.

       Memenuhi 87 inisiatif di atas, Kemenkeu memilih sembilan arah kebijakan transformasi. Termasuk juga merumuskan kembali visi Kemenkeu. Inisiatif tersebut diklasifikasian menjadi 5 tema yaitu: sentral, penganggaran, perpajakan, kepabeanan dan cukai, serta perbendaharaan.

Pada 2019, reformasi di badan Kementerian Keuangan resmi merambah fase kelima. Tanda fase kali ini adalah dengan adanya integrasi inisiatif tranformasi ke dalam konteks yang lebih modern mengarah pada transformasi digital melalui Framework Enterprise Architecture untuk perencanaan strategis organisasi, ICT collaboration sebagai tulang punggung sinergi, serta digital analtytics untuk menuju organisasi berbasis informasi.

       Tiga  dari enam tujuan yang dibidik dalam fase transformasi digital, ialah terwujudnya revisi layanan yang berfokus pada masyarakat serta pengampu kepentingan (citizen-centric); menambah kualitas layanan melalui digitalisasi; membangun organisasi berbasis data untuk perumusan peraturan yang lebih efisien; serta mendorong budaya kerja yang terdigitalisasi dan kolaboratif.

Fase transformasi digital yang diusung Kemenkeu fokus pada 11 Inisiatif Strategis (IS). Diantara 11 IS, salah satu yang dimaksud adalah joint program optimalisasi penerimaan (IS#8). Diambilnya joint program optimalisasi penerimaan sebagai salah satu IS sebab ditengarai rendahnya kepatuhan material wajib pajak.

       Menurut Carlos Silvany (1992) seperti dilansir Indriana Kartini, dkk (2020) menyebutkan terdapat 4 unsur ketidakpatuhan:

  1. Registering gap: subjek seharusnya ber-NPWP lebih rendah dari potensinya
  2. Filing gap: SPT yang masuk lebih kecil dari potensinya
  3. Avoidance/evasion: kepatuhan material lebih rendah dari kepatuhan formal
  4. Delinquency: pembayaran lebih rendah dari pajak terutang

       Ketidakpatuhan pajak meliputi pelanggaran administrasi serta pidana. P. Webley (2002) beberapa faktor pemengaruh, termasuk opportunity is an important explaining element. Sebab faktor utama ketidakpatuhan karena terdapat kesempatan, maka mesti diperkecil peluangnya dengan transparansi, informasi valid, komprehensif dan terintegrasi. Tidak hanya dengan model efek jera, pencegahan dini ketidakpatuhan bisa dilakukan dengan menggunakan extensive with holding system, laporan pihak ketiga, digitalisasi administrasi pajak, e-review 90 persen e-tax/commercial invoiceautomatic exchange of information dan cooperative compliance, serta model pre-populated tax return berdasar data valid, komprehensif dan terintegrasi dengan dukungan big data baik  Kemenkeu ataupun pihak lain.

Kelindan Tugas DJP dan DJBC

       PIB adalah  Pemberitahuan Pabean yang diluncurkan dalam rangka menjalankan kewajiban pabean atas aktivitas impor. Kepabeanan merupakan segala hal yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk ataupun keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk.

       Kelindan tugas DJP dan DJBC menjadi salah karena yang mendasari joint program optimalisasi penerimaan dengan titik berat pada joint proses bisnis dalam bentuk penyempurnaan proses bisnis, regulasi, dan teknologi informasi untuk pelayanan dan pengawasan atas aktivitas impor.

       PPN dipilih sebagai bentuk usaha untuk optimalisasi penerimaan sejalan dengan pendapat Kawakami (2002) yang menyebut bahwa perkembangan atau tren yang tenjalin di dunia membuktikan kalau pajak konsumsi seperti Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) atau Pajak Barang dan Jasa (Goods and Services Tax) memegang peranan yang semakin besar sebagai penunjang penerimaan dengan adanya tendensi pergeseran (shifting) titik berat sumber penerimaan negara dari pajak atas penghasilan ke pajak atas konsumsi di berbagai negara, khususnya di negara-negara maju. Banyak ekonom yang memberikan saran pajak atas konsumsi sebagai solusi yang mendasar untuk masalah yang melibatkan pajak atas penghasilan.

Prepopulated PIB

       Fokus Kemenkeu pada penyempurnaan proses bisnis dalam rangkaian joint optimalisasi penerimaan, diuraikan lebih lanjut melalui Reformasi Perpajakan jilid III DJP. Perubahan yang dilaksanakan DJP meliputi 5 pilar, yakni proses bisnis, data dan teknologi informasi, regulasi, SDM, serta organisasi.

       Apabila pada IS ke-8 di maksud perubahan yang dibidik antara lain melalui impelementasi prepopulated PIB dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN pada aplikasi e-Faktur, kodratnya capaian yang diraih lebih luas dari itu. Mulai 1 Oktober 2020 termasuk prepopulated tidak hanya terbatas pada PIB, namun juga untuk Pajak Masukan dalam negeri.

       Melansir publikasi DJP yang diinformasikan melalui website www.pajak.go.id diketahui bahwa prepopulated, baik Pajak Masukan ataupun PIB, adalah fitur terbaru yang terdapat di e-Faktur 3.0. Pada aplikasi e-Faktur 2.2, tiap kali wajib pajak yang ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) mendapatkan Faktur Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dari lawan transaksi, PKP wajib menginput secara manual, melalui skema impor atau melaui aplikasi scanner efaktur ke aplikasi e-Faktur.

       Dalam aplikasi e-Faktur 3.0 akan disediakan informasi Pajak Masukan yang bisa PKP kreditkan secara sistem. PKP tidak butuh lagi melaksanakan input secara manual ke dalam aplikasi e-Faktur.

       Diterangkan lebih lanjut, untuk prepopulated SPT, saat PKP diresmikan sebagai pengguna e-Faktur 3.0, pelaporan SPT Masa PPN tidak lagi dilaksanakan melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop tetapi menggunakan aplikasi e-Faktur Web-Based. Semua informasi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan yang ada untuk dilaporkan di SPT Masa PPN akan disediakan lewat e-Faktur Web-Based.

       Sehingga tidak terdapat Pajak Masukan ataupun PIB yang terlampaui untuk dikreditkan oleh PKP. Tidak ada juga Pajak Keluaran yang melesat untuk dilaporkan. Transparansi dan kemudahan ini sekalian mengajak PKP untuk ikut serta mengawasi validitas Faktur Pajak ataupun PIB yang sudah diterbitkan.

       Validitas Faktur Pajak dan kepatuhan PKP dalam melaporkan Faktur Pajak yang sudah diterbitkan termasuk PIB menjadi penting, sebab secara agregat beban PPN yang wajib disetor oleh PKP hanya sebesar nilai tambah (value added). Cara penghitungan nilai tambah (value added) adalah dengan mengurangkan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran (PK – PM).

       Terakhir, PKP diberi kemudahan berupa prepopulated Pajak Masukan termasuk PIB bermuara pada harapan menambahnya kepuasan wajib pajak (taxpayer’s satisfaction). Seperti diungkapkan Zain (2004), lewat kepuasan wajib pajak atas pelayanan yang didapatkannya bisa mendorong untuk membayar pajak sesuai peraturan, sehingga mengurangi tingkat penghindaran pajak.

Created by Mutiara Zanky

Sumber: https://www.pajak.go.id/id/artikel/prepopulated-pib-dan-optimalisasi-penerimaan-pajak

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *

Klik untuk ke WA
Klik untuk ke WhatsApp kami..
MITRAMUDA WA SUPPORT
Dapatkan informasi mengenai promo konsultasi PAJAK dan PENDIRIAN perusahaan melalui chat WhatsApp kami. Pesan WhatsApp akan segera kami balas secepatnya ketika jam kerja.