CARA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN SETELAH PEMERIKSAAN

CARA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN SETELAH PEMERIKSAAN

      Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki salah satu karakteristik yakni sebagai pajak tidak langsung. Secara yuridis, tanggung jawab penyetoran pajak tidak terletak di pihak yang mengonsumsi barang atau jasa, tetapi terletak di pihak pengusaha yang sudah resmi menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam hal ini, jika pembeli atau pengguna jasa telah menjalankan kewajibannya, yakni melaksanakan pembayaran pajak yang terutang kepada PKP, maka tanggung jawabnya secara hakikatnya telah dilaksanakan. Tanggung jawab tersebut seharusnya sudah ada di tangan PKP tersebut.

         Tanggung jawab penyetoran pajak ada di tangan PKP, sehingga negara berupaya menerapkan prinsip keadilan dalam penyetoran pajak tersebut. Pajak yang dipungut oleh PKP ialah Pajak Keluaran bisa dikreditkan dengan pembayaran pajak yang dijalani oleh PKP tersebut sebagai pengonsumsi barang atau jasa disebut Pajak Masukan.

Pentingnya Faktur Pajak

       Ketika menjalankan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, pembuatan Faktur Pajak menjadi perihal penting, sebab Faktur Pajak menjadi bukti potongan pajak yang legal dalam peristiwa penyerahan tersebut. Jika ditinjau dari sisi PKP adalah yang menjalankan penyerahan  Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

       Dari sisi lain, yakni dari sisi pembeli Barang Kena Pajak ataupun yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak, adanya Faktur Pajak menjadi perihal yang sangat penting juga. Faktur Pajak sebagai alat ataupun sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Tanpa Faktur Pajak, maka pembeli Barang Kena Pajak atau pengguna Jasa Kena Pajak tidak bisa menjalankan proses tersebut.

       Mengingat pentingnya Faktur Pajak, jadi sudah sepatutnya Pengusaha Kena Pajak wajib menghindari pembuatan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Faktur Pajak wajib melengkapi persyaratan formal dan material. Apabila pembuatan dan penggunaan Faktur Pajak tidak melengkapi persyaratan tersebut, maka akan membuat rugi Pengusaha Kena Pajak tersebut. Banyak sanksi yang hendak menanti yang tidak hanya membuat kerugian waktu dan material, tetapi juga bisa menuju ke sanksi pidana.

       Sanksi pajak bisa diterbitkan dengan pemeriksaan pajak. Pantas dipahami, hakikat pemeriksaan merupakan menguji kepatuhan. Jadi, jika wajib pajak sudah mematuhi peraturan perpajakan, maka tidak ada perihal yang butuh dikhawatirkan. Salah satu bentuk kepatuhan adalah pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan perpajakan. Tidak hanya ada kewajiban dalam pelaporan tersebut, tetapi hak juga ada.  Salah satu kewajibannya yakni berbentuk pelaporan Pajak Keluaran serta haknya yakni berbentuk pengkreditkan Pajak Masukan.

Saat Pemeriksaan Tiba

       Pemeriksaan dilakukan dengan dasar undang-undang. Keadilan dan kepastian hukum terbentuk saat fiskus melaksanakan kegiatan penegakan hukum ini melalui metode yang sudah diatur dalam ketentuan perpajakan.  Fiskus bisa memberi sanksi jika ada bukti bahwa Wajib Pajak yang diperiksa melanggar ketentuan. Beberapa sanksi terdapat dalam UU KUP yang salah satunya adalah penerbitan Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak bagi pengusaha yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), namun tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, namun tidak tepat waktu.

         Permasalahan lain setelah pemeriksaan adalah pengkreditan Pajak Masukan. Pasal 9 ayat (2) UU No. 42 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang belum dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

       Kemudian, bagaimana jika telah terjadi pemeriksaan? Pasal 9 ayat (8) huruf i menyebutkan bahwa perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan tidak dapat dilakukan pengkreditan Pajak Masukan.

        Untung Sukardji menerangkan, kriteria ini diperuntukan pada Faktur Pajak yang diterima telah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sehingga pengkreditan Pajak Masukannya dijalankan dengan cara pembetulan SPT Masa PPN.  Wajib Pajak yang belum melaksanakan pengkreditan hingga dilaksanakan pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN akan berdampak Pajak Masukan yang tercantum pada Faktur Pajak yang ditemui dalam pemeriksaan tidak bisa dikreditkan.

Kesimpulan

       Menurut penulis, wajib pajak khususnya yang sudah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), perlu dalam mengetahui dan menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya agar pembayaran pajaknya bisa berjalan sesuai rencana. Salah satunya dengan pembuatan dan dokumentasi Faktur Pajak serta penyetoran pajak dan yang sesuai peraturan.

        Pembayaran pajak berguna untuk kepentingan kita semua. Oleh karena itu, kesadaran untuk meningkatkan ilmu perpajakan tidak hanya kewajiban dari fiskus namun juga dari Wajib Pajak.

 

Created by Mutiara Zanky

Sumber: https://www.pajak.go.id/id/artikel/pengkreditan-pajak-masukan-setelah-pemeriksaan-bagaimana

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *

Klik untuk ke WA
Klik untuk ke WhatsApp kami..
MITRAMUDA WA SUPPORT
Dapatkan informasi mengenai promo konsultasi PAJAK dan PENDIRIAN perusahaan melalui chat WhatsApp kami. Pesan WhatsApp akan segera kami balas secepatnya ketika jam kerja.